Drona merupakan salah satu tokoh
pewayangan dalam kisah mahabarata. Ia lahir di kota yang sekarang disebut
Dehradun (dehradon atau guci tanah liat) dalam keluarga Brahma dan merupakan
putera dari pendeta Bharadwaja.
Drona
digambarkan sebagai orang yang berjanggut, bermata sipit, berpakaian seperti
pedeta. Drona memiliki watak tinggi hati, congkak, sombong, bengis, tetapi
memiliki kecerdikan dan kecapakan juga memiliki kesaktia yang
luar baisa serta sangat mahir dalam berperang. Karena kesaktian dan kemahirannya
dalam hal militer.
Drona dalam masa mudanya hidup
dalam kemiskinan, dan mengisi waktunya untuk belajar agama dan militer bersama
dengan Drupada, pangeran dari kerajaan Panchala Drona juga diajarkan ilmu
militer oleh parasurama. Drupada sendiri merupakan teman masa kecil dari Drona.
Pada masa kecil Drupada pernah menjanjikan Drona setengah dari kekayaan jika Ia
diangkat menjadi raja Panchala.
Drona menikah dengan Krepi, adik Krepa, guru dari kerajaan
Hastinapura. Dari hasil pernikahan mempunyai putera bernama Aswatama. Karena
demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya Drona berusaha ingin terbebas dari
kemiskinan dan teringat pada janji Drupada. Kemudian ia memohon pertolongan
kepada Drupada. Tetapi sang raja mengingkari janjinya dan memperlakukan Drona
dengan semena-mena. Dan timbul rasa dendam pada dirinya.
Drona
berangkat ke Hastinapura dengan harapan dapat mendirikan sekolah seni militer
bagi para pangeran muda dengan meminta pertolongan Raja Dretarastra. Pada suatu
hari, ia melihat para Korawa dan Pandawa yang sedang mengelilingi sumur. Ia
bertanya kepada mereka tentang apa yang terjadi, dan Yudistira, si sulung,
menjawab bahwa bola mereka jatuh ke dalam sumur dan mereka tidak mengerti cara
mengambilnya kembali.
Drona
tertawa, dan menasihati mereka karena tidak mampu menghadapi masalah yang
sepele. Yudistira menjawab bahwa jika Sang Brahmana (Drona) mampu mengambil
bola tersebut maka Raja Hastinapura pasti akan memenuhi segala keperluan
hidupnya. Pertama Drona melempar cincin kepunyaannya, mengumpulkan beberapa
mata pisau, dan merapalkan mantra Weda. Kemudian ia melempar mata pisau ke
dalam sumur seperti tombak. Mata pisau pertama menancap pada bola, dan mata
pisau kedua menancap pada mata pisau pertama, dan begitu seterusnya, sehingga
membentuk sebuah rantai. Perlahan-lahan Drona menarik bola tersebut dengan
tali.
Dengan
keahliannya yang membuat Para Korawa dan Pandawa sangat terkesima, Drona
merapalkan mantra Weda sekali lagi dan menembakkan mata pisau itu ke dalam
sumur. Pisau itu menancap pada bagian tengah cincin yang terapung kemudian ia
menariknya ke atas sehingga cincin itu kembali lagi. Karena terpesona, para
bocah membawa Drona ke kota dan melaporkan kejadian tersebut kepada Bisma,
kakek mereka.
Bisma
segera sadar bahwa dia adalah Drona, dan dengan keberaniannya telah memberi
contoh, Bhisma kemudian menawarkan agar Drona mau menjadi guru bagi para
pangeran Kuru dan mengajari mereka seni peperangan. Kemudian Drona
membangun sekolah di dekat kota, dimana para pangeran dari berbagai
kerajaan di sekitar negeri datang untuk belajar di bawah bimbingannya.
Saat
para Korawa dan Pandawa menamatkan pendidikannya, Drona menyuruh agar mereka
menangkap Raja Drupada yang memerintah Kerajaan Panchala dalam keadaan
hidup-hidup. Duryodana, Dursasana, Wikarna, dan Yuyutsu mengerahkan tentara
Hastinapura untuk menyerang Kerajaan Panchala, sementara Pandawa pergi ke
Kerajaan Panchala tanpa pasukan perang. Arjuna menangkap Drupada serta
membawanya ke hadapan Drona. Drona sesuai janji Drupada pada masa
mudanya, mengambil separuh dari wilayah kekuasaan Drupada, dan separuhnya
lagi dikembalikan kepada Drupada.
Drupada
tidak bisa menerima perlakuan Drona. Dengan dendam membara, Drupada
melaksanakan persembahan agar dianugerahi seorang putera yang akan membunuh
Drona dan seorang puteri yang akan menikahi Arjuna. Maka, lahirlah Drestadyumna,
yang nantinya akan menjadi pembunuh Drona dalam perang Bharatayuddha.
Drona
meninggal di tangan Drestaymma yang merupakan kakak drupadi dengan memenggal
kepalanya saat perang Bharatayuda berlangsung.
No comments:
Post a Comment