Monday, 10 October 2016

Kisah Drona

19:26


Drona merupakan salah satu tokoh pewayangan dalam kisah mahabarata. Ia lahir di kota yang sekarang disebut Dehradun (dehradon atau guci tanah liat) dalam keluarga Brahma dan merupakan putera dari pendeta Bharadwaja.

            Drona digambarkan sebagai orang yang berjanggut, bermata sipit, berpakaian seperti pedeta. Drona memiliki watak tinggi hati, congkak, sombong, bengis, tetapi memiliki kecerdikan dan kecapakan juga memiliki kesaktia yang luar baisa serta sangat mahir dalam berperang. Karena kesaktian dan kemahirannya dalam hal militer.

Drona dalam masa mudanya hidup dalam kemiskinan, dan mengisi waktunya untuk belajar agama dan militer bersama dengan Drupada, pangeran dari kerajaan Panchala Drona juga diajarkan ilmu militer oleh parasurama. Drupada sendiri merupakan teman masa kecil dari Drona. Pada masa kecil Drupada pernah menjanjikan Drona setengah dari kekayaan jika Ia diangkat menjadi raja Panchala. 

Drona menikah dengan Krepi, adik Krepa, guru dari kerajaan Hastinapura. Dari hasil pernikahan mempunyai putera bernama Aswatama. Karena demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya Drona berusaha ingin terbebas dari kemiskinan dan teringat pada janji Drupada. Kemudian ia memohon pertolongan kepada Drupada. Tetapi sang raja mengingkari janjinya dan memperlakukan Drona dengan semena-mena. Dan timbul rasa dendam pada dirinya.

Drona berangkat ke Hastinapura dengan harapan dapat mendirikan sekolah seni militer bagi para pangeran muda dengan meminta pertolongan Raja Dretarastra. Pada suatu hari, ia melihat para Korawa dan Pandawa yang sedang mengelilingi sumur. Ia bertanya kepada mereka tentang apa yang terjadi, dan Yudistira, si sulung, menjawab bahwa bola mereka jatuh ke dalam sumur dan mereka tidak mengerti cara mengambilnya kembali.

Drona tertawa, dan menasihati mereka karena tidak mampu menghadapi masalah yang sepele. Yudistira menjawab bahwa jika Sang Brahmana (Drona) mampu mengambil bola tersebut maka Raja Hastinapura pasti akan memenuhi segala keperluan hidupnya. Pertama Drona melempar cincin kepunyaannya, mengumpulkan beberapa mata pisau, dan merapalkan mantra Weda. Kemudian ia melempar mata pisau ke dalam sumur seperti tombak. Mata pisau pertama menancap pada bola, dan mata pisau kedua menancap pada mata pisau pertama, dan begitu seterusnya, sehingga membentuk sebuah rantai. Perlahan-lahan Drona menarik bola tersebut dengan tali.

Dengan keahliannya yang membuat Para Korawa dan Pandawa sangat terkesima, Drona merapalkan mantra Weda sekali lagi dan menembakkan mata pisau itu ke dalam sumur. Pisau itu menancap pada bagian tengah cincin yang terapung kemudian ia menariknya ke atas sehingga cincin itu kembali lagi. Karena terpesona, para bocah membawa Drona ke kota dan melaporkan kejadian tersebut kepada Bisma, kakek mereka.

Bisma segera sadar bahwa dia adalah Drona, dan dengan keberaniannya telah memberi contoh, Bhisma kemudian menawarkan agar Drona mau menjadi guru bagi para pangeran Kuru dan mengajari mereka seni peperangan. Kemudian Drona membangun  sekolah di dekat kota, dimana para pangeran dari berbagai kerajaan di sekitar negeri datang untuk belajar di bawah bimbingannya.

Saat para Korawa dan Pandawa menamatkan pendidikannya, Drona menyuruh agar mereka menangkap Raja Drupada yang memerintah Kerajaan Panchala dalam keadaan hidup-hidup. Duryodana, Dursasana, Wikarna, dan Yuyutsu mengerahkan tentara Hastinapura untuk menyerang Kerajaan Panchala, sementara Pandawa pergi ke Kerajaan Panchala tanpa pasukan perang. Arjuna menangkap Drupada serta membawanya ke hadapan Drona. Drona sesuai janji Drupada pada masa mudanya,  mengambil separuh dari wilayah kekuasaan Drupada, dan separuhnya lagi dikembalikan kepada Drupada.

Drupada tidak bisa menerima perlakuan Drona. Dengan dendam membara, Drupada melaksanakan persembahan agar dianugerahi seorang putera yang akan membunuh Drona dan seorang puteri yang akan menikahi Arjuna. Maka, lahirlah Drestadyumna, yang nantinya akan menjadi pembunuh Drona dalam perang Bharatayuddha.

Drona meninggal di tangan Drestaymma yang merupakan kakak drupadi dengan memenggal kepalanya saat perang Bharatayuda berlangsung.

Perguruan Setia Hati Terate

19:22


Persaudaraan Setia Hati Terate  atau sering dikenal (PSHT) adalah salah satu dari 10 perguruan pencak silat di Indonesia yang merupakan  pendiri dari Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Berawal dari didirikannya organisasi Setia Hati “Pemuda Sport Club” (SH PSC) pada tahun 1922 oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo yang kemudian Organisasi ini disebut Persaudaraan Setia Hati Terate atau PSHT pada tahun 1948 dalam kongres pertama di Madiun. Anggotanya sudah tersebar ke seluruh tanah air maupun luar negeri. PSHT memiliki  cabang yang tersebar di 200 kota/kabupaten di Indonesia dan di luar negeri seperti Malaysia, Belanda, Russia, Timor Leste, Hongkong, Korea Selatan, Belgia, Perancis, dan Jepang. PSHT merupakan warisan budaya Indonesia yang harus dilestarikan agar tidak punah.

Warna baju yang di kenakan anggota PSHT berwarna hitam. Senjata yang biasanya digunakan dalam praktek seni bela diri PSHT adalah pisau, celurit, kerambit, golok atau parang, dan toya sejenis tongkat. Latihan yang biasa dilakukan oleh anggota PSHT adalah di malam hari. Para pelatih atau guru PSHT disebut dengan warga.

PSHT memiliki falsafah dan ajaran berdasarkan asas ketaqwaan dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Praktek seni bela diri yang diajarkan PSHT bertujuan agar tiap anggotanya dapat mengembangkan karakter kejujuran kepada setiap orang, memiliki empati terhadap sesama, memiliki mental dan fisik yang kuat, rendah hati dan tidak sombong, pantang menyerah, dapat hidup terbuka sesuai dengan norma-norma dasar dan nilai-nilai seni dan sosial, dan dapat menjaga keseimbangan diri dalam hal jasmani & rohani juga kecerdasan serta emosional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Persaudaraan Setia Hati Terate adalah cara hidup, jalan hidup bagi anggotanya. 

Dalam artian sempit seni bela diri PSHT merupakan suatu unsur dari olahraga. Sedangkan dalam arti yang lebih luas Persaudaraan Setia Hati Terate merupakan olahraga seni pertempuran atau dikenal di dunia barat dengan Art Of War. Dengan begitu sebuah olahraga pertempuran adalah perjuangan dengan hal yang lain dan sebuah seni pertempuran merupakan perjuangan dengan diri sendiri. falsafah dan ajaran tersebut telah menjadi Prinsip Dasar dari Perguruan Setia Hati Terate (PSHT). Persaudaraan Setia Hati Terate didirikan berdasarkan lima prinsip dasar:
  1. Brotherhood (Persaudaraan)
  2. Sport (Olah Raga)
  3. Self-Deffence (Bela diri)
  4. Art & Culture (Seni dan budaya)
  5. Spiritual Development (Pengembagan spiritual)

Berlibur ke Pantai

19:21



            Sabtu 26 Juni 2016 keluarga kami berencana pergi tamasya ke salah satu pantai di Banten. Sehari setelah lebaran tepatnya hari jum’at tanggal 7 Juli 2016, ba’da maghrib kami menyiapkan barang – barang yang akan kami bawa. Kami berangkat jam 21:00 malam dengan kendaraan milik bibi saya, kami sengaja berangkat malam untuk menghindari kemacetan. Berangkat dari Bogor dengan perkiraan waktu 3-4 jam sampai tujuan. Dijalan cukup lancar, sehingga cepat sampai tujuan. Sekitar jam 12 malam kami keluar dari tol. Sesampainya di wilayah pesisir Banten, deburan ombak mulai terdengar dan jalanan cukup sepi. 

Saat itu kami belum memutuskan akan pergi ke pantai mana. Karena terdapat banyak pantai di wilayah Banten. Kami melakukan survey malam itu juga, jadi setiap pantai yang kami lewati yang terlihat cocok, kami survey dengan kriteria ombak yang tidak terlalu besar dan berpasir bersih. Jika tempat tersebut dari luar terlihat cocok, mobil kami berhenti dan paman saya yang mensurvey lokasi sambil membawa senter. Sekitar 4 tempat yang kami survey tetapi tidak memenuhi kriteria yang kami inginkan. Sehingga paman saya mengusulkan ke pantai carita, pantai paling ujung wilayah Banten.

Jam menunjukan pukul 12:30 dini hari, sekitar 20 km akan sampai terjadi kemacetan di jalan. Penasaran bercampur bingung dan mobil kami semakin dekat dengan sumber kemacetan, terlihat cahaya biru yang sangat terang dan menyilaukan. Ternyata ada kecelakaan, sebuah bus tergelincir di jalan, hal ini mengakibatkan jalan macet selama hampir 1 jam. Walau dini hari, tetapi cukup banyak kendaraan yang melintas yang menuju lokasi pariwisata atau untuk menyebrang ke Sumatera. Tidak lama kemudian bus tersebut berhasil di tarik dan kemacetan berhasil di atasi, untung saja ada polisi yang selalu siap sedia. 

Semakin dekat dengan tujuan, semakin ramai di jalan. Tidak sedikit mobil dengan plat nomor Jakarta yang terlihat. Melihat kondisi seperti ini membuat paman saya khawatir akan kemacetan yang terjadi saat kami pulang. Karena tidak mau mengambil resiko, mobil kami putar arah dan memutuskan pergi ke salah satu pantai yang telah kami survey sebelumnya. Kami tiba di tempat tujuan sekitar pukul 02:00 dini hari, harga tiket masuk Rp.75.000 per mobil dan segera mencari tempat parkir. Di tempat parkir terlihat cukup banyak mobil dan bus pariwisat. Kami parkir dekat dengan sebuah saung. 

Setelah turun dari mobil bibi saya menggelar tikar dan menyewa saung tersebut. Kami langsung makan setelah itu dikarenakan cukup lama di jalan membuat kami lapar. Kami makan bersama, dengan makanan khas sunda dengan penerangan yang seadanya saat itu. Kami menggunakan lampu mobil dan sebuah lampu emergency yang tidak terlalu terang. Setelah kenyang, taklama setelah itu saya langsung tidur. Dengan beralaskan tikar saya tidur bersama 2 paman saya. Walau suara ombak sangat kecang tetapi kami dapat tidur dengan nyenyak. 

Dekat saung ada pohon yang cukup tinggi dengan daun yang tidak lebat, sambil memandang ke langit, terlihat cahaya bintang dan pohon tersebut terlihat indah. Saya bangun sekitar jam 05:00 kemudian sholat subuh ke masjid yang tidak jauh dari pantai. Pagi itu ombak masih cukup besar, terlihat beberapa orang sedang memancing. 

Setelah sholat subuh kami bercanda ria, sambil duduk di tepi pantai dengan pasir pantai yang halus, dengan suara deburan ombak, dan debrish air laut membuat perasaan begitu tenang dan nyaman. Waktu menunjukan pukul 06:00 ombak mulai tenang, orang-orang mulai berdatangan dan menikmati asyiknya bermain air di pantai. Tak lama kemudian saya mengajak sepupu saya ke tepi. Kami bermain cukup lama, entah kenapa sangat asyik rasanya, padahal kami hanya bermain di tepian. Saat agak lelah saya istirahat sebentar di sebuah saung.

Melihat terdapat penyewaan ban, saya tertarik untuk menyewa 1 buah, dengan harga Rp. 15.000 per buah, kami dapat memakai sepuasnya. Ban yang saya maksud adalah ban dalam truk besar. Karena ukuran bannya besar, muat untuk 2 orang, saya dan sepupu saya memakainya bersamaan. Kami langsung membawanya kebagian tengah yang agak dalam, sekitar 1.5m. Dengan adanya ombak laut kami agak kesulitan untuk menaikinya. Sempat sewaktu itu kami terbalik saat menaiki bannya, sehingga air laut masuk kedalam hidung. Perih dan sakit rasanya. Kami terus bermain hingga tengah hari.

Semakin siang ombak semakin tinggi dan semakin sering datang, tetapi masih dalam batas wajar. Adzan dzhuhur berkumandang, kemudian kami sholat. Setelah itu kami makan siang bersama. Setelah beberapa menit setelah makan, saya langsung bermain lagi.

Cara kami bermain adalah dengan membawa ban ke tengah dan menaikinya sambil menunggu ombak datang. Bila posisi kami terlalu dekat dengan tepi, kami akan terhempas hingga ke bibir pantai dikarenakan ombak cukup tinggi sekitar 2m. Bila kita menjauh dari bibir pantai, ombak laut tersebut hanya berupa gelombang dan tidak menghempaskan, sama halnya seperti suatu kapal menerjang gelombang. Sewaktu itu 1 atau 2 kali kami terhempas hingga berguling sampai ke bibir pantai. Tetapi walau seperti itu, hal ini seru dan menyenangkan. 

Di pantai tersebut terdapat pembatas antara pantai dan laut dalam. Bila ada orang yang melewati pembatas tersebut, penjaga pantai langsung memperingatinya dengan meniup peluit. Jadi saya menjaga batas aman antara bagian tengah dan pembatas. Saat paman saya istirahat, ia menitipkan ban yang ia sewa kepada saya. Jadi saya dan sepupu masing-masing memiliki 1 buah ban. Saya membawanya ke tengah dan menaikinya, kemudian saya mencoba untuk rileks dan memejamkan mata, sungguh enak rasanya bersantai sambil terombang ambing ombak laut. Setelah merasa bosan, saya membawa ban tersebut ke pinggir dan mengembalikannya kepada paman. Kemudian saya menghampiri sepupu saya yang berada di bagian tengah. Sedikit lagi akan sampai, terlihat ombak yang cukup tinggi datang, saya perkirakan tinggi ombak tersebut sekitar 3m. Saya panik dan langsung bergegas menghampiri sepupu saya karena tidak ada waktu lagi untuk berlari ke bibir pantai. saya sampai dan langsung memegang erat bannya. Kemudian sepupu saya berkata ombak yang datang sangat tinggi, kalau kita tetap disini kita akan terhempas. Kami berdua langsung bergegas mendekati ombak besar tersebut. Tetapi orang-orang yang berada di pinggir dan bagian tengah juga ikut panik saat melihat ombak tersebut dan berlari ke bibir pantai untuk menghindari ombak besar ini. Tetapi kami terlambat, padahal sedikit lagi kami berada dalam batas aman. Benar saja ombak tersebut sangat tinggi, saya langsung memegang erat ban. Saya sangat takut saat itu dan memikirkan hal-hal aneh.

Kami berdua terhempas sangat kencang hingga berguling-guling dalam hempasan ombak, entah berapa kali saya berguling, saya tidak sadar hingga tiba-tiba saya berada di tepi pantai yang jaraknya sekitar 4-5m dari bibir pantai. Air laut masuk kedalam hidung saya. Perih, sakit dan pusing. Saya  tercengang terhadap apa yang barusan terjadi. Orang-orang yang terkena hempasan juga merasakan hal yang sama. Sungguh pengalaman yang luar biasa. Setelah saya sadar sepenuhnya saya mencari sepupu saya. Wajah sepupu saya pucat, matanya merah dan mengeluh pusing. Saya lansung mengajak sepupu saya menjauhi tepi pantai. 

Setelah beberapa menit setelah itu saya tidak sengaja melihat luka di tangan. Tangan saya tergores dan luka goresannya cukup lebar dan dalam. Tangan saya langsung perih, padahal sebelum saya melihat lukanya, saya tidak merasakan apa-apa. Saya termenung dan memikirkan benda apa yang menyebabkan luka tersebut. Kemudian saya teringat saat berguling dalam air pentil ban yang menyebabkan goresan di tangan saya. Saya langsung menghiraukan hal ini, karena akan semakin sakit bila dipikirkan. Tidak lama kemudian suara gemuruh terdengar sangat kencang. Ternyata suara tersebut berasal dari ombak besar lain. Saya langsung berlari dan ingin melihatnya dari dekat. Saya tercengang untuk kedua kalinya karena ombak tersebut lebih besar dari yang menghantam saya dan menyebabkan pasir pantai dan debrish air laut tercampur dan mengepul seperti kabut. Bila berada di situ debrish dan pasir laut akan masuk dan menusuk hidung walaupun kita menahan nafas dikarenakan tekanan udara yang tinggi.

Waktu menunjukan sekitar jam 2 siang, semakin ramai orang berdatangan dan ombak juga semakin tinggi dan sering muncul. Jadi kami sekeluarga memutuskan untuk pulang. Saya langsung mencari kamar mandi untuk membersihkan pasir dan air laut yang menempel.

Paman saya mengusulkan untuk pulang jam 15:00 sore. Kami mengemas barang-barang kami lalu berangkat pulang. Baru saja kami keluar dari gerbang terjadi kemacetan yang sangat panjang hingga memakan waktu sekitar 5jam. Kami sampai di rumah sekitar jam 22:00. Sungguh liburan yang menyenangkan.

About Us

Recent

Random